INDONESIA
1998 BERBURU CELENG
7 Maret 2019 Jalan Pelataran Bantul
Disusun
guna Melengkapi Tugas Individu Apresiasi Seni Rupa
Dosen
Pengampu: Dyan Indah Purnama Sari, M.Pd
Oleh:
Ratih
Hayuningtyas (2016015223)
Kelas
6E
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA
TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Salam dan Bahagia.
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan hidayah-Nya saya bisa
menyelesaikan tugas individu apresiasi Seni Rupa. Selama menyusun artikel ini saya
menjumpai sejumlah rintangan disebabkan karena keterbatasan kemampuan saya,
namun berkat adanya peran serta dari berbagai pihak, memberikan bantuan,
dorongan, petunjuk dan bimbingan kepada saya, maka akhirnya artikel ini dapat
terselesaikan. Segala kritik yang sifatnya membangun akan saya terima dan saya
akan mengadakan perbaikan di masa yang akan datang. Saya mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu proses pembuatan artikel ini,
terutama kepada Ibu Dyan Indah Purnama Sari, M.Pd selaku Dosen Seni Rupa saya. Di
dalam artikel ini saya mengulas mengenai karya seni berupa hasil seni lukis
dari salah seorang seniman. Semoga artikel ini berguna bagi saya khususnya dan
umumnya bagi kita semua. Semoga Tuhan senantiasa memberikan keberkahan dengan
langkah yang kita lakukan. Aamiin.
Salam.
A. Pendahuluan
Perkembangan Seni Rupa telah menghasilkan berbagai
konsep pembaharuan mengenai penciptaan karya seni. Karya Seni adalah hasil
imajinasi manusia yang secara kreatif menerangkan, memahami dan menikmati hidup
berdasarkan kemampuan khusus yang terdapat pada manusia dalam pemahaman tentang
simbol dalam bentuk dan arti secara fisik. Karya seni merupakan bentuk
tersendiri yang diberikan langsung bagi persepsi. Karya seni memiliki bentuk
yang khusus karena seakan-akan melebihi perwujudan visual yang sesungguhnya
dengan kata lain tanpa menjadi objek yang praktis seperti aslinya, namun bagi
penontonnya lebih dari pada susunan faktualnya. Perkembangan
yang ada dalam seni sebagai produk aristik di Indonesia kemudian juga diliat
dalam pandangan yang sama, sehingga karya-karya masyarakat Indonesia sebelum
berkembangnya pengaruh seri rupa barat via kolonialisme dianggap sebagai karya-karya
tradisi atau sering disebut karya-karya klasik.
B.
Biografi
Djoko Pekik
Djoko
Pekik lahir di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah pada 2 januari 1937. Djoko Pekik
bukanlah seorang yang memiliki darah seorang pelukis dan pada masa kecilnya, ia
juga bukan seorang anak yang ahli dalam bidang melukis. Kedua orang tua Djoko
Pekik adalah seorang petani dan pada masa kecilnya Djoko Pekik harus membantu
kedua orang tuanya untuk mencari makan. Bakat melukis Djoko Pekik sebenarnya
telah terlihat sedari kecil ketika ia bermain ande-ande lumut, ia berperan
sebagai tokoh Kelenting Kuning dan menggambar sendiri baju tokoh tersebut.
Djoko Pekik dari kecil menyatakan tidak memiliki cita-cita untuk menjadi
seorang pelukis. ia mengungkapkan awalnya ingin menjadi seorang kepala desa dan
memiliki seperangkat gamelan. Menjadi seorang pelukis sukses sebuah hal yang
sangat jauh dari bayangan dia pada waktu kecil. Pendidikan Djoko Pekik tidak berjalan
mulus, ia tidak lulus di jenjang Sekolah Dasar. Setelah itu, ia memilih untuk
melanjutkan ke Akademisi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Jogjakarta pada tahun
1957-1962. Kemampuan melukisnya bukan terlahir dari sekolah ini tapi di Sanggar
Bumi Tarung yang merupakan sanggar yang berada di bawah asuhan LEKRA (Lembaga
Kebudayaan Rakyat). LEKRA adalah sebuah lembaga yang berafiliasi dengan PKI.
Lembaga ini konsen terhadap sosial kerakyatan dan menolak imperialisme,
kolonialisme dan kapitalisme. Keaktifan Pekik di sanggar ini memberikan hasil
ketika lukisanya masuk dalam lima besar lukisan terbaik yang mendapat
penghargaan pada tahun1964 dalam sebuah pameran tingkat nasional yang diadakan
oleh LEKRA.
C. Karya
Seni sang Seniman
Selama
hidupnya Djoko Pekik menghasilkan kurang lebih 300 karya. Lukisan Djoko Pekik
dikenal memiliki keunikan disetiap karyanya, sehingga para kolektor berpendapat
bahwa ia selalu berbeda dalam tiap lukisanya. Beliau mengatakan bahwa teknik yang dipakai
dalam pembuatan lukisannya memakai teknik yang sama dalam tiap lukisanya. Banyak
yang berburu lukisan Djoko Pekik dan yang ingin melihat karya-karya beliau. Sampai
sekarangpun masih banyak yang bertamu di kediaman Djoko Pekik untuk
melihat-lihat hasil karyanya misalnya seperti dari Yogyakarta, Solo, Surabaya
dan juga malang juga ada. Selain melukis, beliau juga memahat patung-patung
yang beliau tempatkan juga di sekitar rumahnya. Beliau merawat lukisan-lukisannya
menggunakan AC dan Kipas Angin agar terjaga kelembapannya. Sampai sekarang
beliau masih aktif dalam melukis.
Pada salah
satu lukisan yang berjudul "Indonesia 1998 Berburu Celeng" merupakan
lukisan yang melambungkan namanya dalam pameran lukisan di Jogjakarta pada
tahun 1999 karena lukisan ini terjual dengan harga satu Miliar rupiah. Pada
tahun 1999 merupakan tahun terbaik Pekik karena pada tahun inilah karya yang ia
hasilkan mampu dihargai sebesar satu Miliar dan membuat dirinya terkenal, karya
tersebutlah yaitu Indonesia 1998 Berburu Celeng.
Pada salah
satu karya lukisan Djoko Pekik yaitu berjudul Indonesia 1998 Berburu Celeng ini
proses pembuatannya ini dibuat di rumah Djoko Pekik pada tahun 1998. Makna dan
filosofi dari Indonesia 1998 berburu celeng ini ialah berburu angkara murka
karena celeng ini hidupnya seperti halnya manusia yang angkara murka yaitu
serakah atau membabi buta dan perusak. Sehingga lukisan ini menggambarkan
berburu orang yang serakah atau diibaratkan seperti celeng yang berburu celeng.
Pada tahun
1999 ini terdapat tiga orang yang ingin membeli karya Djoko Pekik yang berjudul
Indonesia 1998 Berburu Celeng yaitu seseorang yang berasal dari Jerman, Dari
Museum Singapore dan yang terakhir adalah Bapak Siswanto pemilik Mirota dari
Indonesia sendiri. Djoko Pekik jelas lebih memilih karyanya dijual pada Bapak Siswanto
dikarenakan Siswanto adalah orang Indonesia, sehingga jika ingin melihat
karyanya dapat langsung melihat di rumah Bapak Siswanto yang berada di Kota
Baru, karena yang berada di rumah Djoko Pekik hanyalah sebuah foto atau
dokumentasi karyanya yang aslinya sudah terjual seharga satu Miliar tersebut. Proses
pembuatan lukisan yang berjudul Indonesia 1998 Berburu Celeng juga tidak
membutuhkan waktu yang lama, yaitu hanya satu minggu saja. Djoko pekik masih
merahasiakan kenapa Beliau melukiskan karyanya yang berjudul Indonesia 1998
Berburu Celeng.
D. Simpulan
Karya Seni adalah hasil imajinasi manusia yang
secara kreatif menerangkan, memahami dan menikmati hidup berdasarkan kemampuan
khusus yang terdapat pada manusia dalam pemahaman tentang simbol dalam bentuk
dan arti secara fisik. Seni rupa adalah cabang kesenian yang membentuk media
yang dapat ditangkap secara kasat mata dan juga dapat dirasakan ataupun disentuh
dengan indera peraba. Salah satu seniman dari sekian banyak seniman di
Indonesia ataupun yang berada di Yogyakarta yaitu Djoko Pekik. Djoko Pekik ini
memiliki karakter tersendiri dalam lukisannya. Walaupun karyanya sudah sangat
terkenal seperti salah satunya yaitu lukisannya yang berjudul Indonesia 1998
Berburu Celeng yang dihargai dengan satu Miliar, beliau sampai sekarang ini
masih melukis.
E. Daftar
Pustaka
Hendri,
Zulfi. 2013. Penciptaan Karya Seni Lukis.
Yogyakarta: Universitas Negri Yogyakarta
F.
Dokumentasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar